NAPAK TILAS LAHIRNYA NAHDLATUL ULAMA’ (NU)
Oleh: Bang Jay*
Pendirian Nahdlatul Ulama’ (NU) muncul berlatar belakang adanya suasana yang kurang menyenangkan bagi perkembangan paham Islam. Ketika kerajaan usmaniah runtuh pada tahun 1924 dan munculnya kerajaan arab saudi di kota Mekkah yang mengembangkan paham wahabi. Paham wahabi ini menggusur paham Ahlusssunnah wal Jama’ah dan paham lainnya.
Suatu waktu Raja Ibnu Saud hendak menerapkan asas tunggal yakni madzhab Wahabi di kota Mekkah, kalangan pesantren yang selama ini membela keberagaman, menolakpembatasan bermadzhab dan penghancuran warisan peradaban tersebut. Dengan sikapnya yang berbeda itu kalangan pesantren dikeluarkan dari konggres Al-Islam di Jogjakarta pada tahun 1925. akibatnya kalangam pesantren juga tidak dilibatkan sebagai delegasi dalam muktamar ’Alam Islami (Kongres Islam Internasional di Mekkah yang akan mengesahkan keputusan tersebut. Sumber lain menyebutkan KH. Hasyim Asy’ari dan KH. Wahab Hasbullah serta sesepuh NU lainnya hanya melakukan walk out (keluar dari arena/ruang sidang).
Didorong oleh minatnya yang gigih untuk menciptakan kebebasan bermadzhab serta peduli terhadap pelestarian warisan budaya dan peradaban, maka kalangan pesantren terpaksa membuat delegasi (utusan) sendiri yang dinamakan Komite Hejaz, yang diketuai oleh KH. Wahab Hasbullah.
Atas desakan kalangan pesantren yang terhimpun dalam Komite Hejaz, dan tantangan dari segala penjuru umat Islam di dunia, maka Raja Ibnu Saud mengurungkan niatnya. Hasilnya, hingga saat ini di mekkah bebas dilaksanakan ibadah sesuai dengan madzhab mereka masing-masing. Itulah peran Internasional kalangan pesantren pertama, yang berhasil memperjuangkan kebebasan bermadzhab dan berhasil menyelamatkan peninggalan sejarah dan peradaban yang sangat berharga.
Berangkat dari Komite Hejaz tersebut dan setelah berkoordinasi dengan berbagai kyai, akhirnya muncul kesepakatan untuk membentuk organisasi yang bernama Nahdlatul Ulama’ (NU) pada tanggal 16 Rajab 1344 H (31 januari 1926 M) yang dipimpin langsung oleh Hadratus Syeh KH. Hasyim Asy’ari sebagai Rois Akbar (Ketua Umum).
Untuk menegaskan prinsip dasar organisasi ini, maka KH. Hasyim asy’ari merumuskan kitab Qonun Asasi (prinsip dasar), kemudian juga merumuskan kitab I’tiqad Ahlussunnah Waljama’ah. Kedua kitab tersebut kemudian diejawantahkan (diterbitkan/dicetak ulang) dalam Khitah NU, yang dijadikan sebagai dasar dan rujukan warga NU dalam berpikir dan bertindak dalam bidang sosial, keagamaan dan politik.
Pendirian NU pada mulanya berkantor di Surabay dengan jajaran pengurus dari kalangan keluarga pondok pesantren dan para santri. Bidang garapan NU adalah masyarakat pedesaan karena banyak orang desa yang membutuhkan perlindungan. Dengan cara santun membina masyarakat lewat tahlil dan pengajian, akhirnya NU yang baru berdiri ini dapat diterima oleh masyarakat. Disamping itu di perkotaan menjadi bidang garapan Muhammadiyah yang didirikan dan dipimpin oleh KH. Ahmad Dahlan dengan berpusat di kota jogjakarta. Wallahu A’lam bishshowab (to be continoed.../bersambung gitu lho...)
Bonnusss......
Kegilaan Presiden Keempat
Salah satu ciri kedewasaan seseorang konon adalah kemampuannya mengejek diri sendiri (apa pernah sampeyan melihat ada anak kecil yang mengejek diri sendiri?). Dan Gus Dur termasuk yang paling gemar dan sering melakukannya. Pada acara talk show (dialog) dengan Jaya Suprana (Pendiri Museum Rekor Indonesia/MURI) di TPI itu misalnya, dia ditanya, ”Apakah Gus Dur ini adalah presiden yang paling kocak di dunia? Ada enggak presiden lain yang lebih lucu?”
”Wah, soal itu saya enggak tahu. Yang jelas, saya ini nyasar. Mustinya jadi pelawak kok malah jadi presiden.” (Menurut Menteri Luar Negeri Alwi Shihab, kadang-kadang Gus Dur lupa bahwa dia presiden).
Lalu dia mengemukakan perbedaan dirinya dengan para presiden RI sebelumnya. Ini sebenarnya kelanjutan dari joke (guyonan) yang beredar di masyarakat semasa pemerintahan Presiden Habibie. Kata Gus Dur, presiden pertama (Bung Karno) kita itu disebut gila wanita. Presiden kedua (Pak Harto), gila harta. Presiden ketiga (Pak Habibie), gila teknologi. ”Dan presiden RI keempat (Gus Dur), yang milih yang gila....”
(Hamid B. & Fajar W: Ger-geran bersama Gus Dur, Pebruari 2010)
ZIARAH
Mungkinkah Gus Dur benar-benar percaya pada isyarat dari makam-makam leluhur? Kelihatannya dia memang percaya, sebab Gus Dur selalu siap dengan gigih dan sungguh-sungguh membela ”ideologi”(dasar pemikiran)nya itu. Padahal hal tersebut sering membuat repot para koleganya.
Tapi, ini mungkin jawaban yang benar, ketika ditanya kenapa Gus Dur sering berziarah ke makam para ulama dan leluhur.
”Saya datang ke makam, karena saya tahu mereka yang mati itu sudah tidak punya kepentingan lagi.” katanya.
(Sumber Okezone, Abu Rayyan Kinza: Humor Nyentrik Ala Gus Dur, Januari 2010)
Kiai ber HP tapi malas SMS
G
us Dur pernah melemparkan guyonan-guyonan mengenai kyai NU yang sudah modern. Komunitas (perkumpulan) mereka bukan tradisional lagi karena beberapa Kyai sudah membeli dan menggunakan HP (hand phone) untuk berkomunikasi.
Gus Dur bercerita:
“Nah, ada seorang Kyai yang kalau di SMS, tidak pernah dibales dengan SMS, tetapi balesnya langsung menelpon. Kemudian ada seorang santri yang mengingatkan kyai tersebut, “Pak Kyai, kalau panjenengan di-SMS, bales saja pakai SMS, nggak perlu nelpon”. Lalu Pak Kyai itu menjawab: ”Ah, saya malu kalau SMS, karena tulisan saya jelek”.
(M. Wahab Hs: Ngakak Bareng Gus Dur, Januari 2010)
BANSER Salah OMONG
P
ada akhir April 2000, Gus Dur sempat ke kota Malang, dan mendarat di bandara Abdurrahman Saleh. Waktu itu Gus Dur bersama antara lain Almarhum Jaksa Agung Sukartono Marmosujono. Sebagaimana lazim(pantas)nya untuk rombongan orang penting, mereka pun disambut oleh pasukan Banser (Barisan Anshor Serbaguna ) NU.
Ketika rombongan sudah berangkat ke Selorejo, sekitar 60 KM dari bandara, petugas Banser melapor pada poskonya melalui HT (Handy Talky).
“Halo, halo, rojer,” kata Mas Banser.
“Lapor: Presiden Abdurrahman Saleh sudah mendarat di Airport (bandara) Abdurrahman Wahid”
Yahh, kebalik...
(M. Wahab Hs: Ngakak Bareng Gus Dur, Januari 2010)
Gila NU
Saat menggambarkan fanatisme (sikap senang banget) orang NU, bagi Gus Dur, ada tiga tipe orang NU.
”Kalau mereka datang dari pukul tujuh pagi hinggga jam sembilan malam, dan menceritakan tentang NU, itu biasanya orang NU yang memang punya komitmen (dasar) dan fanatik terhadap NU,” jelasnya tentang jenis yang pertama.
Jenis yang kedua adalah mereka yang meski sudah larut malam, sekitar jam dua belas sampai jam satu malam, namun masih mengetuk pintu Gus Dur untuk membicarakan NU, ”Itu namanya orang gila NU.”
”Tapi kalau ada orang NU yang masih juga mengetuk pintu rumah saya jam dua dini hari hingga jam enam pagi, itu namanya orang NU yang gila.” kata Gus Dur sambil terkekeh saat itu.
(Abu Rayyan Kinza: Humor Nyentrik Ala Gus Dur, Januari 2010)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar